September 20, 2004

Alternatif solusi penerapan teknologi informasi dalam lingkungan pemerintahan

Menimbang pemanfaatan teknologi SMS untuk mekanisme birokrasi dan aspirasi

Saat ini perkembangan teknologi informasi sebenarnya sudah jauh meninggalkan teknis-teknis konvensional yang selama ini dilakukan bangsa Indonesia. Terutama, kalangan birokrasi dan pemerintahan. Hambatan yang paling besar adalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan penerapan teknologi tersebut, disamping lemahnya kualitas sumber daya manusia sehingga malas atau enggan menerapkan teknologi baru.

Hal ini memang tidak bisa dipaksakan, karena selain akan menghamburkan uang rakyat, juga hasil yang didapatkan tidak akan sesuai dengan harapan. Atau setidaknya masyarakat tidak bisa melihat ukuran yang jelas akan manfaat yang bisa dihasilkan. Seperti contohnya adalah gagalnya penerapan e-goverment system di beberapa pemerintah kabupaten di Indonesia. Walaupun mungkin pihak pemerintah mampu membangun sistem tersebut - dengan biaya miliaran - tapi bisa dihitung dengan jari yang masih dipakai atau diupdate secara rutin.

Namun, sebenarnya tidak semua bidang teknologi informasi saat ini memerlukan biaya yang besar kalau kita bisa jeli memilih dan menerapkannya untuk keperluan pembangunan. Tentunya, harus pada lingkup yang tepat dan sesuai dengan manfaat yang bisa didapatkan. Artinya, untuk keperluan sistem yang besar, seperti remote sensing (penginderaan jauh), online public service, aplikasi manajemen SDM, public accunting system, saat ini belum ada teknologi yang murah.

SMS dan teknologi informasi

SMS (short message service) adalah sebuah teknologi yang lebih dikenal sebagai layanan yang memungkinkan pesan dikirim antar telepon genggam (handphone). Namun, dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, pemanfaatan maupun pengembangan fitur-fitur SMS sendiri menjadi sangat beragam. Mulai dari keperluan kuis, promosi produk, iklan, voting, dan lain sebagainya. Hal ini dapat terjadi karena data maupun proses pengolanan sms telah dapat diintegrasikan dengan komputer maupun internet, sehingga dapat diprogram untuk berbagai keperluan.

Dan yang perlu diperhatikan bahwa investasi untuk menerapkan teknologi ini tidaklah terlalu mahal, karena memang ruang lingkup sistemnya yang cukup kecil dan sebagian besar dapat dibangun dengan sofware opensource (gratis). Dibandingkan dengan penerapan teknologi internet, penggunaan aplikasi sms ini diharapkan akan lebih dapat lebih mudah diimplementasikan. Karena selain pertimbangan biaya investasi, pengguna handphone saat ini lebih berkembang di masyarakat daripada internet.

Dalam tulisan ini, kami ingin memberikan alternatif sebuah sistem bagaimana kita bisa memanfaatkan (aplikasi) SMS untuk mendukung mekanisme birokrasi maupun aspirasi dalam pemerintahan.

Model Penerapan aplikasi SMS di lingkungan pemerintah

Birokrasi adalah sebuah sistem yang mengatur alur instruksi dan kebijakan dalam sebuah struktur manajemen. Dalam sebuah sistem birokrasi, ketepatan dan kejelasan informasi menjadi peran yang cukup penting. Karena akan berpengaruh sekali terhadap kualitas tindakan yang akan dilakukan pasca keluarnya instruksi tersebut.

Salah satu fitur aplikasi SMS adalah kemampuannya yang dapat mengirim puluhan bahkan ratusan sms per sekali kirim. Hal ini karena dilakukan oleh aplikasi komputer dengan modem khusus sms, bukan oleh handphone. Metode ini akan sangat membantu dalam mengingatkan para pejabat atau staff ketika akan melakukan koordinasi, atau mengingatkan jadwal rapat. Dibanding dengan menelepon satu per satu, maka metode ini akat sangat menghemat waktu, biaya dan tenaga administrasi.

Fungsi kedua adalah dapat mengirimkan berita penting ke para pejabat atau pegawai dengan satu kali klik. Jika berita itu banyak, maka dapat diisi dengan pemberitahuan saja untuk membaca lebih lanjut beritanya di media lain, misalnya papan pengumuman.

Selain kemampuan mengirimkan banyak SMS, aplikasi ini dapat dilengkapi dengan fungsi tracking, sehingga SMS yang dikeluarkan atau diterima dapat disimpan dalam sebuah database. Sehingga, pihak manajemen dapat memantau perkembangan informasi yang telah tersebar.

Selain birokrasi, bagi para wakil rakyat, pejabat pemerintah maupun parpol dapat menggunakan aplikasi SMS untuk keperluan manajemen aspirasi. Dengan kemampuan mengirim dan atau menerima banyak SMS sekaligus, teknologi SMS memungkinkan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat diikutsertakan dalam mengatur daerahnya.

Sebagai contoh, ketika pihak pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan, mereka dapat mengirimkan beritanya ke beberapa tokoh masyarakat melalui SMS. Setelah itu, masyarakat dapat mengirim umpan balik kepada pemerintah melalui server sms mereka. Dengan sistem pengolahan database, aplikasi akan dapat menggolongkan pengirim SMS, sehingga dapat dianalisis pesan mana yang mesti dipertimbangkan atau tidak. Sistem juga dapat mendata nama pengirim, sehingga hanya yang terdaftar saja yang akan disimpan di database, dan yang akan dikirim berita. Hal ini menghindari adanya pengirim yang tidak bertanggung jawab, juga pengiriman sms akan lebih efektif jika hanya tokoh2 masyarakat saja yang dikirim.

Selain menarik gairah aspirasi masyarakat, sistem seperti ini dapat juga digunakan untuk fungsi sosialisasi terhadap program pemerintah atau DPRD. Sehingga masyarakat secara cepat dapat mengetahui perkembangan daerahnya. Tidak hanya diketahui oleh kalangan DPRD atau pejabat pemerintahan.

Manfaat dan keuntungan aplikasi SMS

Secara umum, penggunaan sistem aplikasi SMS sebenarnya akan lebih dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dibanding dengan penggunaan teknologi internet untuk keperluan yang sama. Mungkin karena harganya yang tidak terlalu mahal dan kemudahan operasionalnya. Walau masih memiliki kelemahan, misalnya terbatasnya karakter yang bisa dikirimkan, tapi metode ini saya kira akan lebih dapat diterima masyarakat dibanding dengan pengembangan informasi via internet.

Agar setidaknya, penerapan IT di lingkungan pemerintah saat ini tidak sekedar mengikuti tren-tren yang ada (misalnya internet) namun mengesampingkan asas manfaat dan tingginya biaya yang diperlukan.

Keluhan Aparat Tentang IT -- Terlalu Minim Anggaran --

-- ini contoh kasus di Surabaya --
PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI EKSEKUTIF PEMKOT TERKENDALA ANGGARAN

Pembangunan Sistem Informasi Eksekutif (SIE) di Lingkungan Pemerintah Kota Surabaya masih terkendala alokasi anggaran yang terlalu minim untuk pembangunan infrastruktur. Setidaknya dibutuhkan anggaran minimal Rp7 milyar untuk membangun sistem informasi yang saling terintegrasi antar Unit Satuan Kerja (USK).


M. NADJIB USMAN Kepala Kantor Pengelolaan Data Elektronik Pemerintah Kota Surabaya pada suarasurabaya.net, Jumat (17/09) di kantornya mengatakan dalam tahun anggaran ini KPDE hanya memiliki anggaran Rp300 juta dari Rp7 milyar yang diajukan dalam RAPBD lalu.


"Anggaran sebanyak itu hanya cukup untuk membangun sistem infomasi di salah satu sub dinas Tenaga Kerja yang sekarang sedang kita kerjakan," papar NADJIB.


Padahal kata NADJIB untuk membangun Sistem Informasi Eksekutif yang handal dan dapat menjadi landasan pengambilan keputusan, sistem itu harus didukung infrastruktur yang memadai berupa software, hardware, SDM, data, dan sistem prosedur.


Sekarang ini kata NADJIB sistem informasi yang dioperasikan di USK seperti badan, kantor, maupun dinas dalam lingkungan Pemkot Surabaya masih belum layak disebut sistem informasi.


"Sistem informasi haruslah dapat menjadi landasan pengambilan keputusan. Bagaimana bisa menjadi landasan pengambilan keputusan kalau di dalam satu dinas saja masih ada yang tidak terkoneksi dalam LAN (Limited Area Network)," ujar NADJIB.


Namun demikian menurut NADJIB, Pemkot telah berupaya menjembatani kesenjangan-kesenjangan antar sistem informasi di lingkungan Pemkot Surabaya dengan membangun sebuah Data Warehouse yang mengkoneksikan secara online informasi dari beberapa dinas di lingkungan Pemkot di wilayah Taman Surya.


Data-data yang terintegrasi dalam Data Warehouse di KPDE adalah data mengenai pendapatan daerah, kepegawaian, keuangan, aset daerah, dan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap. "Data-data itu sudah bisa kami pergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan," jelas NADJIB.


Koneksi antar USK dalam Data Ware House tersebut selama ini terjalin melalui media VDSL (very high bit-rate Digital Subriber Line). "Ke depan kami ingin membangun koneksi dengan USK di luar Taman Surya, seperti Dinas Tenaga Kerja dan dinas Pendidikan melalui wireless atau bahkan kabel serat optik. Tapi itu baru sekedar angan-angan, biasanya kita selalu dikalahkan dengan prioritas lain yang katanya lebih urgent," demikian NADJIB.


Teks Foto :
1. M NADJIB USMAN Kepala KPDE.
2. Ruang server KPDE yang menyimpan berbagai server sistem informasi termasuk Data Warehouse (CPU warna hitam)

Warnet, Cyberfraud dan (Tawaran) Solusinya

Sebab kondisi bisnis warnet lesu

* Pertumbuhan pengguna internet di sektor warnet diindikasikan tidak tumbuh seimbang dengan pertumbuhan warnet pada 2-3 tahun belakangan, sehingga supply (jumlah warnet) jauh lebih banyak daripada demand (konsumen warnet). Hal ini disebabkan karena pihak yang terkait, baik pemerintah maupun swasta, pada masa booming Internet / warnet di Indonesia, seakan-akan lebih banyak mengeksplorasi pasar yang ada, tanpa diseimbangkan dengan melakukan perluasan pasar yang ada (kampanye, promosi, dsb).

* Tarif koneksi Internet relatif cukup mahal, khususnya jika menggunakan layanan yang berbasis kabel telepon dari Telkom (baik dial-up, leased-line ataupun ADSL). Untuk menggunakan layanan alternatif yang lebih murah, para warnet harus kucing-kucingan dengan aparat penegak hokum. Hal tersebut lantaran teknologi yang digunakan (semisal perangkat 2,4 GHz) ataupun sumber bandwidth yang diperoleh (menurunkan bandwidth langsung melalui satelit internasional), kerap menjadi hal yang dilematis di banyak daerah, karena berkaitan dengan aspek legalitasnya. Sehingga warnet yang menggunakan teknologi alternatif murah tersebut, kerap menjadi obyek sweeping dan pemalakan, baik oleh (oknum) pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.



Akibat dari lesunya bisnis warnet

* Para pemilik warnet harus berjuang mati-matian untuk tetap mempertahankan warnetnya, sekaligus memberikan penghasilan bagi para pengelola warnet (admin) tersebut.

* Kemampuan para pemilik warnet untuk memberikan kompensasi (gaji) yang layak bagi para admin warnet, menjadi terbatas.

* Dengan kondisi di atas, maka baik pemilik warnet ataupun admin warnet, menjadi sangat permisif terhadap perilaku konsumen warnetnya. Artinya, mereka tidak mau tahu apa yang dilakukan oleh para konsumen warnetnya, sepanjang para konsumen tersebut membayar sesuai tarif. Sayangnya, beberapa perilaku negatif para konsumen warnet juga luput ataupun dibiarkan oleh para pemilik atau admin warnet, salah satu contohnya adalah cyberfraud (carding).

* Dan hal tersebut di atas makin diperparah, dengan adanya warnet yang justru "memelihara" keberadaan kelompok carder di warnetnya, karena mereka adalah tambang uang bagi warnet. Dan ada pula justru admin warnet, lantaran kompensasi yang diterimanya dianggap tidak mencukupi, akhirnya turut pula melakukan aktifitas cyberfraud.

Akibat dari maraknya cyberfraud di Indonesia

* Pada 2003, Indonesia dinobatkan sebagai negara pelaku carder nomor dua di dunia, menurut riset ClearCommerce.com

* Pada 2004, Indonesia berhasil meraih nomor wahid sebagai negara pelaku carder (secara kualitatif) di dunia, menurut VeriSign.com

* Citra Internet Indonesia di mata dunia menjadi kurang baik, dan Indonesia terancam tersisihkan dalam persaingan bisnis e-commerce global.

(Tawaran) solusi untuk mengatasi maraknya cyberfraud

* Jangka Panjang (menyehatkan kondisi bisnis warnet) :

* * Pemerintah (Ditjen Postel) : Membuat regulasi yang berpihak kepada industri warnet, baik yang terkait secara langsung (perijinan 2,4 Ghz, sumber bandwidth, dsb) ataupun yang tidak secara langsung (tarif telepon, tarif Internet, dsb)


* * Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Warnet Indonesia (Awari), Jaringan Informasi Sekolah (JIS), Telkom dan pihak terkait lainnya perlu merumuskan dan menjalankan langkah bersama untuk melakukan berbagai bentuk promosi dalam bentuk pelatihan, workshop, seminar, dsb yang bisa semakin meningkatkan jumlah pengguna Internet di Indonesia


* * Memposisikan warnet setara dengan Internet Service Provider (ISP), sehingga ketika berbicara kepentingan industri warnet, para pihak yang terkait (pemerintah, telkom, swasta, dsb) tidak melihat warnet sebagai reseller dari jasa ISP, tetapi sebagai institusi dengan basis bisnis yang unik dan mandiri.

* Jangka Menengah (memperbaiki paradigma pengelola warnet) :


* * Awari dengan dibantu oleh pihak terkait, melakukan sosialisasi tentang bahaya carding bagi keberlangsungan bisnis warnet itu sendiri (misalnya jika server warnet disita oleh kepolisian sebagai barang bukti tindak kriminal cyberfraud).


* * Selain itu, para pengelola warnet juga bisa mendapatkan pasokan pengetahuan yang dapat bermanfaat untuk menjalankan roda bisnisnya, semisal pengetahuan tentang perancangan bisnis, kewirausahaan, manajemen, dsb. Pasokan pengetahuan tersebut bisa dilakukan dalam bentuk seminar, workshop, training, dsb.


* * Diharapkan para pengelola warnet bisa menyusun semacam code of conduct yang disepakati untuk ditaati oleh para pengelola warnet (draft code of conduct tersedia di www.ictwatch.com/paper/paper010.htm)

* Jangka Pendek (membatasi ruang gerak para carder) :

* * Para pengelola warnet menyepakati menjalankan aturan untuk menitipkan dan/atau mencatat kartu identitas dari para konsumen warnet masing-masing.

* * Di tiap warnet, dipasang poster atau pengumuman yang intinya menghimbau para konsumen warnet untuk tidak melakukan kegiatan kriminal, cyberfraud, dsb, sekaligus dengan mencantumkan sanksi yang bisa diterapkan baik oleh pengelola warnet (dicabut kartu keanggotaannya bila ada, ditegur ataupun dilaporkan ke pihak yang berwenang).

* * Admin warnet dapat mewaspadai aktifitas konsumennya yang mencurigakan. Cara yang paling sederhana adalah dengan memperhatikan aktifitas komputer client dari log di komputer server yang tengah terjadi. Ataupun jika memang dirasa perlu, admin warnet bisa juga memasang / menginstal semacam remote software pada komputer client untuk melihat secara langsung apa yang dilakukan di komputer client, hanya melalui monitor pada komputer server. Salah satu softwarenya yang tersedia di platform Windows maupun Linux, dapat didownload gratis dan open source, adalah software VNC (www.tightvnc.com). Yang harap diperhatikan adalah bahwa metode, baik yang sekedar memperhatikan log pada komputer server ataupun hingga menginstal remote server, memang dapat sebagai tindakan preventif untuk mengetahui apakah seorang konsumen warnet tengah melakukan tindakan kriminal atau tidak. Tetapi harap diingat, metode ini juga cenderung dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang melanggar privasi seseorang!

* * Pada komputer server warnet, menyimpan log aktifitas dari setiap komputer client, dan membackup-nya secara periodik (tiap minggu, tiap bulan, dll) ke dalam CD. Hal ini diperlukan agar jika dibutuhkan barang bukti berupa log server, maka tersedia log server dalam bentuk CD sebagai alternatif, daripada harus menahan / menyita server terlalu lama.

* * Selain itu, tiap harddisk yang digunakan untuk beroperasinya komputer server, hendaknya dicloning secara periodic pula, sehingga apabila dengan terpaksa polisi harus menyita komputer server tersebut, maka pengelola warnet bisa langsung mengupayakan keberadaan server backup / cadangan / darurat tanpa harus kerepotan melakukan instalasi ulang, cukup dengan menggunakan harddisk hasil cloning tersebut.